Pertama pilihan gue jatuh pada
GDRS conference, di Thailand atau Malaysia karena
menurut gue masih bisa lah gue ke sana pakai uang sendiri. Namun, karena
mereka minta paper lengkap, dan gue udah mulai kerja, ditambah conference nya
berada di bulan-bulan sibuknya project gue akhirnya tidak jadi menghadiri
conference itu karena nggak sempat bikin paper/jurnal lengkap.
Salah satu yang menerima abstrak
gue adalah Joint World Conference Social Work, Education, and Social
Development/SWSD 2016. This conference was special karena gue bisa masuk
melalui skripsi gue yang pendidikan padahal sebenernya conference nya tentang
social work dan social development yang sekarang menjadi ranah pekerjaan gue.
Dan yang lebih special lagi konferensi ini diselenggarakan di Seoul, Korea.
Kebayang nggak betapa senengnya gue ketika mendapatkan acceptance letter
sebagai poster presenter di Bulan November 2015.
Proses mengikuti konferensi ini
agak panjang dengan segala drama nya. Sejak gue submit abstact dan dinyatakan diterima, mulai dari
senang banget lalu berakhir gamang. Senang akhirnya ada kesempatan ke Seoul,
tapi jauh dan membutuhkan biaya mahal membayangi yang kemudian menyurutkan niat gue. Mikirin
biaya pesawat, akomodasi, biaya hidup, ditambah biaya registrasi conference
yang nggak murah. Lalu, gue mulai cari tahu apakah ada jalan lain untuk
mengikuti conference ini dan menemukan bahwa mereka menawarkan scholarship
tetapi memang harus kembali mengajukan aplikasi untuk mendapatkan beasiswanya.
Di tanggal yang ditentukan gue semangat untuk apply scholarship yang partial
aja karena chance untuk di-cover full scholarship (airfare, accommodation, registration,
and daily allowance) agak kecil. Siapalah gue ini huft. Scholarship parsial hanya mengcover
registration fee dan daily allowance aja.
Gue berniat ‘Kalau gue dapet scholarship yang parsial-nya aja, gue akan
berangkat!’. Day by day berlalu dengan perasaan harap-harap cemas sampailah gue
mendapatkan email di bulan maret 2016 kalau gue menjadi salah satu kandidat yang
mendapatkan scholarship yang hanya membebaskan dari registration fee sebesar
$300. Mulai galau lagi karena cuma terbebas biaya registrasi dan masih
menanggung biaya-biaya lainnya yang pada akhirnya gue memutuskan untuk tetap
berangkat, whatever it takes. Tuhkan, drama! Tunggu dulu, masih banyak drama
lainnya.
Poster lima ratus ribu |
The Poster--Ada dua jenis presentasi di SWSD
2016, yaitu Oral Presentation diberi waktu satu sesi/ 15 menit untuk mempresentasikan
juga ada sesi tanya jawab. Kalau poster presentation kayak pameran poster selama
dua hari gitu jadi cuma ditempel di tempat yang disediakan. Gue terpilih untuk
menjadi poster presenter artinya ada poster yang dipresentasikan dan sisanya
senyum-senyum cantik depan poster. Hehe
nggak deh
Kalau oral presentation Cuma
menyiapkan ppt untuk dipresentasikan, sedangkan poster presentation tentunya
harus menyiapkan poster ukuran A0. Karena padatnya kerjaan, gue jadi nggak
sempat untuk menyiapkan poster. Jadi, gue berangkat ke Seoul dengan kondisi 1)
belum bikin poster, dan 2) belum dicetak pula.
Sehari setelah sampe di Seoul gue
nggak kemana-mana hanya fokus Cuma bikin poster di kamar hostel. Mulai bikin
draft apa aja yang harus gue masukkan di dalam poster. Begitu mau membuka Adobe
Photoshop, ternyata trial gue habis masa berlakunya sodara-sodara. Terus coba
nyari dan download aplikasi untuk bikin poster, nggak bisa di-install karena
gue pake laptop kantor yang di-lock. Setelah satu jam bengong dan pasrah (dan
hampir menitikan air mata), Akhirnya gue menemukan hidayah untuk membuat poster
menggunakan, coba tebak, yak Microsoft Power Point yang ternyata ada template
untuk membuat poster akademik. Entah kemampuan dari mana gue yang biasanya
bikin poster acara, voila, jadilah poster akademik.
Masalah selanjutnya adalah
mencetak poster. Kalau di Jakarta gue pasti taulah dimana gue bisa nyetak
sesuatu kapanpun itu. Tinggal ke balpus (kalau di rawamangun) atau
barel/margonda (kalau di depok). Nah kalau di Seoul?
Gue pede aja karena gue nginep di
kawasan Hongdae yang notabene kawasan kampus barangkali ada tempat fotokopian
yang bisa ngeprint juga. Ternyata Hongik University tidak seperti UI, guys.
Nggak ada deretan abang-abang tukang fotokopian di pinggir kampus. Gue nanya
mahasiswa ketika tour aja mereka gatau tempat nyetak dimana. Gue pun browsing
menggunakan google, di daerah Euljiro 3-ga ada tempat mencetak. Semangat 45 banget gue
menuju ke sana karena kalau besoknya takut nggak keburu karena sudah hari H dan
just in case ada masalah lain. Dengan pede gue mengarah sesuai petunjuk dan
begitu sampai, tadaaa, kanan kiri terlihat deretan percetakan…tapi tutup. Gue
udah bener-bener pasrah dan nangis di pinggir jalan. Bener-bener banyak
percetakan sepanjang jalan tapi nggak ada yang buka satu pun karena mungkin
hari itu adalah hari minggu. TAPI MASA SIH DI KOREA HARI MINGGU PERCETAKAN
TUTUP??? Gue masih mencoba menyusuri sepanjang jalan itu sampai mentok dan
dengan hasil nihil
Buat apa gue ke Seoul kalo bukan
presentasi poster? Nah ini posternya nggak ada. Zonk banget kan? Masa di Seoul
nggak ada macem Snappy sih percetakan yang buka 24 jam.
Gue pun kembali ke hongdae dengan
putus asa. Gue meng-email panitia dimana gue bisa mencetak poster gue. Keluar stasiun hongdae, bukannya tetep nyari
percetakan malah keluar masuk toko-toko kosmetik di sekitar hongdae #teteup ya. Kemudian
dibales sama panitia kalau di venue udah nggak bisa nyetak tapi mereka
memberikan opsi yaitu Kenko’s di dekat venue. Gue mikir yaudah besok ajalah
sekalian. Makin pasrah haha. Terus iseng ngegoogle kenko’s ini dan ternyata ada
di deket stasiun hongdae dan guess what? 24 jam! Gue pun tidak membuang waktu
langsung menuju ke tkp. Begitu bahagianya melihat Kenko’s yang buka. Kenko’s
ini percetakan mirip snappy kali ya. Terus gue bilang kan mau nyetak poster
ukuran A0, dan ternyata petugasnya nggak bisa Bahasa Inggris L. Untungnya ada
pengunjung di situ yang ngebantuin bilang ke petugas bahwa gue mau mencetak
poster ukuran A0, lalu petugasnya menuliskan angka 40,000 di kertas. YAK GUYS
UNTUK NYETAK SATU LEMBAR A0 BIAYANYA 40,000 WON!!! 40,000 x 12 = 480,000 rupiah
sodara-sodara. LIMA RATUS RIBU HANYA UNTUK SELEMBAR KERTAS! Udah mau marah tapi
ya gimana, kayak gue punya pilihan lain aja. Gue dengan terpaksa mengiyakan
demi bisa presentasi besok. Ya kali gue nggak jadi nempelin poster kan ya. Terus
petugasnya menyodorkan pilihan jenis-jenis kertas yang ternyata ada
macem-macem. Jelas aja gue nggak menyia-nyiakan kesempatan ini dan gue memilih
untuk mencetak di sejenis kain gitu mirip kanvas tapi lebih tipis. Gila kali
kalo gue Cuma nyetak di kertas biasa aja for the worth 500 rebu. Setelah
ditinggal menyusuri hongdae selama 2 jam, jadi juga posternya sesuai dengan
yang gue harapkan banget, yeay! Akhirnya gue bisa tidur nyenyak juga.
Bawa-bawa poster naik subway |
The D-day --Hari-hari yang gue nantikan selama satu tahun ini pun tiba. Pagi-pagi gue udah siap-siap
menuju venue dengan menggunaakan kaos dan legging sambal bawa-bawa gulungan
poster menuju COEX. Sebelum ke tempat conference gue mampir ke SM dulu buat
ikutan K-Pop Dance Experience Training Tour, yang untungnya ada di lokasi yang
sama. Setelah selesai jadi personil
exo, gue menuju ke kamar mandi dan langsung ganti baju dress formal rapi gt.
Berasa superman deh lgsg ganti penampilan. Dengan bangganya gue bawa-bawa
poster menuju ke venue untuk registrasi. Gue mendapatkan conference kit berupa
satu tas laptop, guide book yang berisi semua paper dan abstract peserta
conference, dan sebuah usb flash disk. Selain itu, dikasih juga kupon coffee
break, lunch untuk 4 hari, welcoming reception, dan dinner for free karena gue
mendapat registration scholarship.
in front of my poster :') |
Gue mendapatkan jadwal untuk
memamerkan poster gue untuk dua hari, yaitu 27-28 Juni 2016. Gue langsung mencari nomor registration gue
untuk menempelkan di papan yang tersedia. Tanpa diminta orang-orang di sekitar
gue langsung dengan sigap membantu gue menempel poster A0 padahal mereka bukan
petugas huhu baik banget. Bentuknya kayak pameran gitu. Di Samping tempat
poster gue ada poster dari lsm local tentang studi nya tentang tenggelamnya
kapal ferry ke Jeju, dan sangat ramai pengunjung yang penasaran karena
presenternya selalu ada di sana dan membagikan gantungan pita kuning untuk
mengenang korban yang hilang. Selama dua hari poster gue dipamerkan, gue stand
by di sana sambil senyum-senyum aja dan sesekali menjelaskan tentang poster
gue.
Di hari pertama gue mengikuti
open ceremony dan welcoming reception. Acara dibuka dengan tari-tarian Korea.
Bahkan ada sambutan dari Presiden Korea Selatan dan Ban Ki-Moon (long time no
see, Sir! Terakhir ketemu langsung di Green School 2014) walaupun berupa video.
Bahkan walikota Seoul dan beberapa menteri pun menghadiri. Gue nggak nyangka
skala acara conference ini besar banget ternyata, yaiyalah ya namanya juga Joint world conference wk. Sampai ketika ministry of
welfare naik ke atas panggung entah dari mana banyak teman-teman disabilitas
masuk ke dalam ruangan sambil teriak-teriak dan membawa spanduk sampai naik ke
atas panggung. Karena mereka menggunakan Bahasa Korea, kami pun tidak ada yang
mengerti apa yang sedang terjadi. Gue tadinya menyangka ini salah satu
pertunjukkan, nggak taunya (menurut penjelasan salah satu hadirin yang orang
korea) teman-teman disabilitas sedang berdemo kepada menteri akan disability
rating. Sayangnya teman-teman disabilitas itu malah diseret dan dipaksa untuk
ke luar oleh pihak keamanan. Sungguh disayangkan conference tentang social work
dengan tema ‘Promoting the dignity and worth of the people’ harus diwarnai insiden seperti ini. Sang
minister pun harus membungkuk selama 5 menit di hadapan semua hadirin. Lalu
acara dilanjutkan kembali dengan acara welcoming reception dan gue kalap dengan
semua makanan yang ada haha. Fresh sashimi dan sushi are everywhere. Gue udah
nggak merhatiin acara tapi sibuk ke meja-meja untuk menyantap segala canapé
yang ada. Seneng banget ada salah satu makanan Indonesia hadir di Seoul tapi
begitu baca namanya, Indonesian peanut sauce with …..pork satay, yak langsung
nggak jadi ambil.
Di hari kedua, gue tetap stand by
di depan poster sambil sesekali ngintip poster-poster lainnya yang sangat
interesting topiknya. Selain itu, gue juga datengin sesi-sesi oral presentation yang
bagi gue menarik tapi kebanyakan jadwalnya berbarengan jadi gue harus memilih
mana yang mau gue ikuti. Banyak yang menarik untuk dibahas apalagi yang
menyangkut social development yang sedikit banyak nyambung dengan project yang
sedang gue geluti.
Di conference ini terjamin banget
hidup karena menyediakan dari coffee break, lunch sampai gala dinner. Pokonya
gue nggak keluar duit sama sekali untuk makan, hemat mode on. Bahkan di hari ketiga dan
ke-empat gue tetap dateng demi makan siang gratis, hehe nggak deng karena gue
tetep pengen datengin sesi-sesi presentasi juga kok. Ya walaupun lunch nya Cuma
sandwich bukan nasi kotak gitu sih hehe.
Ceritanya traditional costume |
Malam harinya ada gala dinner
jadi dari pagi gue udah pake batik dress karena dress code nya adalah national
dress. Karena nggak punya temen gue pun dengan pedenya duduk di salah satu meja
makan aja dan ternyata menarik banget orang-orangnya dan baik-baik banget. Ada
perempuan yang ditemenin ibunya untuk mempresentasikan mengenai budaya melihat
kekerasan dalam rumah tangga di Taiwan. Lalu ada pasangan suami istri dari
Brazil. kalo nggak salah, yang malah mengundang gue untuk ikut conference
pendidikan di Brazil. Kami ngobrol tentang banyak hal termasuk ngegosipin isu
#BRexit dengan presenter dari open university UK yang ternyata seorang social
worker di UK. Kami juga ngobrolin mengenai role social worker di negara
masing-masing sampai bagaimana masyarakat merespon mengenai KDRT di Indonesia,
Taiwan, dan UK. Sounds heavy ya?
Makanannya? Nggak usah ditanya
lah super oke banget apalagi ditambah red wine. Mulai dari appetizer hingga
desert nya duh enak bgt. Sashimi nya fresh banget ditambah dagining wagyu nya lembut banget huhu :""" Selesai gala dinner masih ada acara lain pertunjukan
kesenian korsel dan juga ada sesi lelang barang juga. Bahkan sampai ada DJ nya juga yang bikin lupa kalo itu bulan Ramadhan haha. Gue nggak sampai selesai karena
harus mengejar subway pulang.
Hari ke-tiga tetep dateng demi lunch gratis |
Sebagai orang yang baru ikut
conference pertama kalinya I feel very welcomed dan amazed bgt. Seneng banget
bisa berkumpul dengan orang-orang yang ahli, baik akademisi dan practioner, di
bidangnya dari seluruh dunia. Seneng banget bisa ngobrol dan diskusi bareng
tanpa melihat gue yang cuma remah-remah roti dibandingkan mereka dan mereka
tetep mengapresiasi gue. Gue juga semakin kebuka akan dunia sosial worker dan social development loh. Gimana nggak seneng kalau melihat hasil jerih payah gue selama setengah tahun terpampang selama dua hari, dicetak di guide book, aplikasi official SWSD 2016, dan copy-an flashdisk yang dibagikan kepada peserta dari 80 negara. Seseneng itu ketika ada yang mampir untuk membaca poster gue dan nanya-nanya walaupun kalau nggak ngerti dan nggak bisa jawa cuma bisa senyum-senyum aja :) Super nggak menyesal udah mengeluarkan uang gue utuk
hadir di conference ini. Alhamdulillah satu bucket list gue terwujud. Yang pasti nggak akan cuma sampe sini aja. Pengalaman gue ini malah memacu gue untuk ikutan
conference-conference lainnya. Semoga ada kesempatan berikutnya, Amin.
Where's next?
0 comments:
Post a Comment